pengelolaan kelas

PENDEKATAN DALAM PENGELOLAAN KELAS
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
“PENGELOLAAN KELAS”

Disusun oleh kelompok 2
Kelas PAI.H

Dosen Pengampu :
Syaiful Arif, M.Pd.

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
(IAIN) PONOROGO
MARET 2017

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Mengelola kelas merupakan kegiatan yang gampang-gampang susah, karena yang dihadapi oleh guru bukan hanya sarana fisik, melainkan peserta didik yang multikarakteristik. Peserta didik memiliki pikiran, keinginan, atau kemauan yang tentu saja masing-masing pikiran dan keinginan mereka berbeda-beda. Perbedaan keinginan pada masing-masing peserta didik tersebut terkadang menjadi masalah tersendiri bagi seorang guru dalam mengelola kelas. Tentunya masalah tersebut tidak dapat dihindari oleh seorang guru, tidak mungkin pula seorang guru memaksakan kepada peserta didik untuk memiliki keinginan yang sama. Jadi dapat dikatakan bahwa permasalahan pokok dalam mengelola kelas adalah peserta didik itu sendiri. Hal ini berarti pengelolaan kelas tidak lain dilakukan oleh guru untuk meningkatkan dan mempertahankan semangat peserta didik dalam belajar sekaligus membantu guru agar dapat menyampaikan materi pelajaran dengan baik dan efektif.

Untuk itulah diperlukan berbagai langkah pendekatan yang tepat dalam kegiatan manajemen kelas dan setiap guru sebagai seorang manajer kelas dituntut untuk dapat memahami dan menguasai berbagai pendekatan tersebut.

B. Rumusan Masalah

  1. Apa yang dimaksud pendekatan dalam manajemen kelas?
  2. Apa manfaat pendekatan dalam manajemen kelas?
  3. Apa saja pendekatan dalam manajemen kelas?
  4. Apa saja kelebihan dan kekurangan masing-masing pendekatan?

BAB II

PEMBAHASAN
A. Pengertian Pendekatan dalam Manajemen Kelas

Secara bahasa, pendekatan merupakan suatu proses atau cara perbuatan mendekati. Tetapi secara istilah, pendekatan merupakan cara pandang seseorang terhadap suatu objek. Jadi pendekatan dalam manajemen kelas dapat diartikan sebagai cara pandang seorang guru dalam kegiatan pengelolaan kelas. Guru sebagai pekerja professional sesuai dengan Undang-Undang Guru dan Dosen Nomor 14 Tahun 2005 diwajibkan untuk memiliki seperangkat kompetensi, antara lain kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, kompetensi professional, dan kompetensi pedagogik.

Kemampuan guru dalam mengelola kelas termasuk salah satu dari perwujudan kompetensi pedagogik. Keterampilan pertama yang harus dikuasai oleh guru untuk mengelola kelas adalah keterampilan dalam memahami, memilih, dan menggunakan berbagai pendekatan dalam manajemen kelas.

Manfaat Pendekatan dalam Manajemen Kelas

Berbagai pendekatan dalam konsep pengelolaan kelas dapat dipilih mana yang paling tepat dan paling sesuai dengan situasi-kondisi sehingga tercipta suasana kelas yang efektif dan kondusif.

Penguasaan dan pemahaman guru tentang pendekatan pengelolaan kelas dapat digunakan sebagai pedoman dalam mengatasi berbagai kesulitan dan masalah yang ditemukan di kelas.

Ilmu pengelolaan kelas dapat digunakan sebagai acuan dalam rangka memelihara dan menciptakan kondisi kelas yang kondusif serta mengembangkannya ke arah yang lebih baik dari waktu ke waktu agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara optimal.

Jenis Pendekatan dalam Manajemen Kelas

Pendekatan kekuasaan

Kekuasaan berasal dari kata kuasa yang berarti kemampuan atau kesanggupan, kekuatan, wewenang atas sesuatu atau untuk menentukan, pengaruh, mampu, kesanggupan, dan orang yang diserahi wewenang. Sementara kekuasaan dapat diartikan sebagai kemampuan untuk menyuruh, memerintah, mengatur, menguasai, dan sebagainya.

Dalam konteks manajemen kelas, kekuasaan tersebut terwujud melalui kemampuan guru dalam mengatur peserta didik untuk taat dan patuh terhadap norma atau aturan-aturan yang terdapat di dalam kelas. Tujuan utamanya adalah untuk mendisiplinkan peserta didik di dalam kelas. Jadi pendekatan kekuasaaan dapat diartikan sebagai cara pandang guru yang meyakini bahwa kelas yang kondusif dapat dibentuk melalui berbagai upaya penegakkan aturan-aturan di dalam kelas yang dapat menjadikan peserta didiknya melalui kedisiplinan diri.

Dalam penerapan pendekatan kekuasaan ini guru sebagai seorang manajer kelas memiliki dua peran. Pertama, berperan sebagai pengontrol. Kedua, berperan sebagai pembimbing perilaku peserta didik di dalam kelas. Sebagai pengontrol, guru memiliki kekuasaan untuk melakukan pengawasan terhadap perilaku peserta didik di dalam kelas. Jika peserta didik berperilaku sesuai dengan aturan-aturan dikelas, guru berkuasa untuk memberikan penghargaan kepadanya. Tetapi sebaliknya, jika guru mendapati ada perilaku peserta didik yang melanggar peraturan-peraturan kelas, dengan kekuasaannya guru dapat membimbing agar si peserta didik tidak mengulanginya lagi. Jika ternyata si peserta didik tetap saja melakukannya, guru dengan kekuasaannya dapat memberikan hukuman kepadanya.

Kelebihan dari pendekatan ini adalah terciptanya suatu disiplin tinggi dalam bentuk peraturan atau norma yang harus ditaati sehingga terciptanya suatu ketertiban di kelas. Kelemahannya adalah pendekatan ini kurang efektif karena guru yang menganut pendekatan ini umumnya menganggap apa yang ia katakan adalah mutlak benar. Guru dianggap yang paling tahu. Siswa kurang diberi kesempatan untuk mengemukakan dan mengembangkan ide atau buah pikirannya.

Contohnya:  Seorang guru langsung mengusir anak didiknya yang berbicara di kelas tanpa mempertimbangkan  alasan yang diberikan anak didiknya tersebut. Guru menganggap anak didiknya tersebut tidak disiplin.

  1. Pendekatan ancaman

Dalam kamus besar bahasa Indonesia, mengancam diartikan sebagai menyatakan maksud, niat, rencana untuk melakukan sesuatu yang merugikan, menyulitkan, menyusahkan, dan mencelakakan pihak lain serta memberikan pertanda atau peringatan kemungkinan malapetaka atau akibat yang dapat terjadi. Sementara ancaman berarti perbuatan mengancam. Jadi, dalam konteks manejemen kelas, Pendekatan ancaman dapat didefinisikan sebagai cara pandang guru bahwa perbuatan mengancam dapat dijadikan sebagai metode atau cara untuk menciptakan kelas yang kondusif.

Pendekatan ancaman ini dapat digunakan oleh guru jika kondisi kelas benar-benar sudah tidak dapat dikendalikan lagi. Jika guru masih mampu mengendalikan kondisi kelas dengan pendekatan lain, sebaiknya guru tidak menggunakan pendekatan ancaman ini.

Kelebihan pendekatan ancaman adalah menghentikan perbuatan yang sudah berat dengan segera, sedangkan kelemahannya adalah siswa takut bertemu dengan guru, bersifat pemecahan masalah sementara, tumbuhnya sikap bermusuhan antara siswa dan guru, serta guru tampak kurang berwibawa.

2. Pendekatan kebebasan

Bebas berarti lepas sama sekali, tidak terhalang, terganggu, dan sebagainya dan sehingga dapat bergerak dan berbicara dengan leluasa. Sementara kebebasan dapat diartikan sebagai keadaan bebas. Kata kerjanya adalah, membebaskann yang berarti melepaskan dari ikatan, tuntutan, tekanan, hukuman, dan kekuasaan. Membebaskan juga dapat berarti memberikan keleluasaan untuk bergerak. Jadi, dalam konteks manejemen kelas, pendekatan pembebasan dapat didefinisikan sebagai cara pandang guru yang menyatakan bahwa kondisi kelas yang kondusif dapat dicapai jika guru sebagai seorang manajer dikelas memberikan keleluasaan kepada semua peserta didik untuk bergerak bebas didalam kelas.

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa pendekatan pembebasan ini berlawanan dengan pendekatan kekuasaan. Pada pendekatan kekuasaan, guru memiliki otoritas untuk mengatur peserta didiknya. Sementara, dalam pendekatan pembebasan ini, sebaliknya, guru membantu peserta didiknya agar mereka dapat bebas bergerak mengerjakan sesuatu di dalam kelas.

Tentu saja kebebasan yang diberikan oleh guru dalam pendekatan ini bukan berarti kebebasan yang tanpa batas. Akan tetapi, harus ada hal- hal yang membatasi kebebasan. Batasan kebebasan tersebut sebagai berikut:

Peserta didik dapat bergerak bebas melakukan berbagai kegiatan di dalam kelas yang terkait dengan kegiatan belajar atau pengalaman belajar yang diekspektasikan guru.

Peserta didik diperbolehkan melakukan apa saja di dalam kelas selama apa yang dilakukannya tidak menyimpang ataupun melanggar aturan-aturan kelas yang telah disepakati bersama.

Peserta didik boleh berekspresi dengan cara apapun dalam menerima materi pelajaran dari guru selama ekspresi tersebut tidak menganggu teman sekelasnya dan juga keberlangsungan kegiatan belajar mengajar didalam kelas.

Kelebihan pendekatan ini adalah proses pembelajaran menjadi santai, siswa merasa tidak terkekang dan tidak terpaksa dalam belajar, siswa diberi banyak kesempatan untuk mengemukakan dan mengembangkan ide atau buah pikirannya. Kelemahannya adalah pendekatan ini tidak realistis. Pendekatan ini dapat menghasilkan anak didik yang serba tidak mamatuhi aturan, nilai budaya, dan agama baik dilingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat.

Contohnya: Seorang guru membiarkan anak didiknya makan-makan selama proses belajar mengajar berlangsung dengan anggapan bahwa mereka akan lebih konsentrasi lagi dalam belajar mengajar.

3. Pendekatan Resep

Jika dikaitkan dengan obat-obatan, resep dapat diatikan sebagai keterangan dokter tentang obat serta takarannya kemudian, jika dikaitkan dengan makanan, resep dapat diartikan sebgai keterangan tentang bahan dan cara memasak makanan. Resep tersebut kemudian menjadi semacam aturan yang harus dipatuhi oleh penderita dan oleh si koki. Jadi, dalam konteks menejemen kelas, resep dapat diartikan sebagai keterangan tentang cara bagaiman mengelola suatu kelas. Resep tersebut terwujud dalam berbagai aturan- aturan kelas yang dibuat dan disepakati secaara bersama- sama.

Dengan demikian, pendekatan resep dapat diartikan sebagai cara pandang guru yang berasumsi bahwa kelas dapat dikelola dengan baik melalui pembuatan dan penerapan aturan kelas. Aturan terkait erat dengan kesepakatan, kebijakan, dan prosedur. Aturan merupakan pegangan bagi setiap orang dalam suatu komunitas. Dalam aturan terdapat sanksi bagi yang melanggar. Guru sebagai seorang manejer kelas dapat membuat aturan kelas bersama- sama peserta didiknya. Tujuannya agar aturan yang telah dibuat dapat memunculkan kesadaran dan tanggung jawab pada diri peserta didik untuk melaksanakan aturan kelas tersebut.

Kelemahan pendekatan ini adalah apabila resep tertentu gagal mencapai tujuan, guru tidak dapat memilih alternatif lain karena pendekatan ini bersifat mutlak. Guru yang bekerja dengan kerangka acuan resep akan merugikan diri sendiri dan tidak mungkin menjadi manajer kelas yang efektif. Kelebihannya, Pendekatan ini cenderung menumbuhkan sikap reaktif pada diri guru dalam memanajeri kelas. Dengan kata lain guru bisanya memberikan reaksi terhadap masalah tertentu dan sering menggunakannya dalam jangka pendek.

4. Pendekatan Pengajaran

Pengajaran berasal dari kata dasar ajar yang berarti petunjuk yang diberikan kepada orang supaya diketahui dan dituruti. Kata kerjanya adalah mengajar yang berarti memberi pengajran, melatih, dan memarahi. Sementara pengajaran dapat diartikan sebagai proses, cara, perbuatan mengajar atau mengajarkan. Jadi dalam konteks manejemen kelas pendekatan pengajaran dapat diartikan sebagi cara pandang yang beranggapan bahwa kelas yang kondusif dapat dicapai dengan kegiatan mengajar itu sendiri. Untuk itu, sebelum mengajar seorang guru harus membuat perencanaan pengajaran yang matang sebelum masuk kelas dan pada saat mengajar di kelas seorang guru harus melaksanakan kegiatan mengajar sesuai dengan apa yang telah direncanakannya.

Cara pandang di atas muncul karena adanya semacam asumsi bahwa jika guru mengajar asal- asalan atau mengajar apa adanya, dapat dipastikan kondisi kelas tidak kondusif  dan alhasil kegiatan belajar-mengajar mengalami kegagalan. Memang benar sumsi tersebut, bahwa jika mau jujur sebenarnya terdapat oknum guru mengajar asal-asalan dan apa adanya. kalaupun guru membuat perencanaan, perencanaan yang dibuat merupakan perencanaan pelajaran tahun-tahun yang telah lalu (tinggal mengganti identitas tahun pelajarannya saja) tanpa melihat karakteristik peserta didik yang sekarang dihadapi..

Kelemahan pendekatan ini adalah anggapan bahwa dalam suatu perencanaan dan pelaksanaan akan mencegah munculnya masalah tingkah laku anak didik dan memecahkan masalah itu bila tidak bisa dicegah, namun masing  masing peserta didik memiliki permasalahan yang berbeda. Kelebihan : Pendekatan ini berpendapat bahwa manajerial yang efektif adalah hasil perencanaan pengajaran yang bermutu. Dengan demikian peranan guru adalah merencanakan dengan kebutuhan dan kemampuan setiap peserta didik.

5. Pendekatan Perubahan perilaku

Pendekatan perubahan perilaku ini dapat disinonimkan dengan behavior modification. Perilaku sendiri dapat diartikan sebagai tanggapan atau reaksi individu terhadap rangsangan atau lingkungan.perilaku tersebut adakalanya bersifat positif dan ada kalanya bersifat negatif. Jadi, dapat dikatakan bahwa perilaku seseorang, termasuk seorang peserta didik adakalanya bersifat positif (sesuai dengan apa yang diharapkan oleh guru) dan adakalanya bersifat negatif (tidak sesuai apa yang diharapkan oleh guru). 

Tentu saja perilaku peserta didik yang bersifat positif dapat menciptakan kelas yang kondusif. Sebaliknya, perilaku peserta didik yang bersifat negatif dapat memunculkan berbagai gangguan dalam pelaksanaan kegiatan belajar-mengajar dikelas yang tidak menutup kemungkinan dapat menggagalkan kegiatan belajar mengajar. Itulah sebabnya seorang guru sebagai manajer kelas dituntut untuk bisa meredam atau meminimalisasi bahkan menghilangkan perilaku yang negatif tersebut. Dengan demikian dalam konteks manajemen kelas, pendekatan perubahan perilaku dapat diartikan sebagai cara pandang guru yang menyatakan bahwa perilaku peserta didik yang negatif harus diubah agar tercipta kondisi kelas yang kondusif.

Dalam pendekatan perubahan perilaku ini, untuk membina perilaku peserta didik yang dikehendaki, seorang guru sebagai manajer kelas dituntut untuk memberikan penguatan positif atau memberi dorongan positif sebagai hukuman dan guru juga dituntut untuk memberi penguatan negatif, yakni menghilangkan hukuman atau stimulus negatif. Selanjutnya untuk mengurangi perilaku yang dikendaki, guru dituntut untuk menggunakan hukuman atau pemberian stimulus negatif, dan melakukan penghapusan atau pembatalan pemberian penghargaan.

Kelebihan Pendekatan ini cukup efektif untuk dilaksanakan karena tingkah laku positif anak didik dapat terkembangkan sehingga tujuan pembelajaran yang diharapkan dapat tercapai. Kelemahannya yaitu siswa menjadi bergantung kepada guru dalam mengembangkan sikap baiknya. Siswa tersebut akan terangsang bertingkah baik bila ada sebuah pujian dari guru dan sebagainya.

Contohnya: Guru memberikan pujian dan hadiah kepada anak yang bertingkah laku baik dan memberikan sanksi kepada anak yang bertingkah laku buruk dengan tujuan anak tersebut mengulangi perbuatannya itu lagi.

6. Pendekatan sosio-emosional

Dalam sosio-emosional ini manajemen kelas merupakan suatu kegiatan yang dilakukan untuk menciptakan iklim sosio-emosional yang positif didalam kelas. Sosio-emosional yang positif berarti ada hubungan yang positif antara guru dan peserta didik dan peserta didik dengan peserta didik. Dalam pendekatan ini guru menjadi kunci dalam pembentukan hubungan pribadi dan peranannya adalah menciptakan hubungan pribadi yang sehat.

Dari diskripsi diatas, pendekatan sosio-emosional dapat diartikan sebagai cara pandang yang menganggap bahwa kelas kondusif dapat dicapai dengan menciptakan hubungan yang harmonis antara guru dan peserta didik dan antar peserta didik. Jadi dapat dikatakan bahwa kondisi kelas yang kondusif dapat tercapai jika hubungan antara guru dengan peserta didik serta peserta didik dengan peserta didik terjalin dengan baik. Untuk mewujudkan jalinan tersebut, seorang guru harus mampu membangun komunikasi dan interaksi secara positif dengan peserta didiknya.

Kelebihan dari pendekatan ini adalah, Adanya kepercayaan guru kepada siswanya, adanya rasa kebersamaan guru dengan siswanya, adanya kecintaan dan penghargaan serta penghormatan guru kepada siswa. Namun bila guru tidak pintar-pintar dalam menjaga kebersamaan dengan siswa, bisa jadi guru yang dimanfaatkan oleh siswa.

Contohnya: Guru menghargai setiap ada anak didiknya yang mengemukakan pendapatnya, walaupun pendapatnya itu kurang tepat.

7. Pendekatan kerja kelompok

Menurut pendekatan ini, pengelolaan kelasa diartikan sebagai proses menciptakan kelas sebagai suatu sistem sosial dan proses kelompok merupakan yang paling utama. Peran guru dalam penerapan pendekatan ini adalah mengusahakan agar pengembangan pelaksanaan proses kelompok tersebut efektif. Proses kelompok sendiri diartikan sebagai usaha mengelompokkan peserta didik ke dalam beberapa kelompok dengan berbagai pertimbangan individual sehingga tercipta kelas yang kondusif untuk kegiatan belajar mengajar.

Dari deskripsi di atas , pendekatan kerja kelompok merupakan cara pandang seorang guru yang menyatakan bahwa pengelompokkan peserta didik ke dalam beberapa kelompok dapat dijadikan sebagai alternatif dalam menciptakan kelas yang kondusif.

Kegiatan yang sering dilakukan untuk menerapkan pendekatan kerja kelompok ini adalah dengan resitasi, yaitu memberikan tugas kepada peserta didik secara berkelompok. Biasanya setelah itu dilakukan kegiatan diskusi interaktif. Tetapi taka jarang pada praktiknya pembentukan kelompok-kelompok tersebut memunculkan berbagai masalah seperti individualisme seorang peserta didik pada kelompoknya, ketidakcocokan, persaingan tidak sehat, dan lain sebagaimnya. Jadi jika guru sebagai seorang manajer hendak menerapkan pendekatan ini, ia harus melakukan pengawasan yang ketat terhadap semua kelompok yang telah dibentuknya. Hal itu dilakukan agar terjalin hubungan yang harmonis intra kelompok serta antar kelompok.

Kelebihan pendekatan ini adalah dapat memantapkan dan memelihara organisasi  kelas yang efektif berupa terciptanya keakraban antar sesama siswa. Pendekatan ini mengajari siswa bertanggung jawab atas kelompoknya. Namun dalam pendekatan ini ditakutkan adanya tindakan intimidasi dan  sikuat menekan silemah, maksudnya setiap tugas kelompok hanya dibebankan sebagian orang saja.

Contohnya: Adanya bentuk kerja kelompok disetiap pembelajaran dan setiap ada permasalahan dari seorang siswa, maka itu dianggap permasalahan kelompok.

8. Pendekatan elektis atau pluralistik

Pada pendekatan elektis atau pluralistik pengelolaan kelas dilakukan dengan menggunakan berbagai macam pendekatan yang memilki kemungkinan untuk dapat menciptakan dan mempertahankan suatu kondisi kelas yang memungkinkan kegiatan belajar mengajar berjalan efektif dan efisien. Jadi, dalam konteks manajemen kelas, pendekatan elektis atau pluralistik dapat didefinisikan sebagai cara pandang seorang guru yang beranggapan bahwa guru dapat memilih dan memadukan berbagai pendekatan dan manajemen kelas untuk menciptakan kelas yang kondusif.

Pendekatan ini mendasarkan cara pandangnya pada pemahaman akan adanya kekuatan dan kelemahan dari semua pendekatan yang telah dibahas di atas. Pendekatan elektis atau pluralistik lebih menunjukkan pada suatu penggunaan kombinasi atau perpaduan dari beberapa pendekatan daripada hanya menggunakan satu pendekatan saja. Jadi pada praktiknya, guru sebagai seorang manajer kelas menggabungkan semua aspek terbaik dari pendekatan-pendekatan yang digunakannya dan hal itu secara filosofis, teoritis, dan juga psikologis memang dapat dilakukan dan dibenarkan.

Kelebihan dari pendekatan ini adalah: 1) Menguatkan tingkah laku peserta didik yang baik dan atau menghilangkan tingkah laku peserta didik yang kurang baik. 2) Peningkatan hubungan antar pribadi guru dan peserta didik serta antar peserta didik. 3)  Guru ingin kelompoknya melakukan kegiatan secara produktif. Kelemahannya yaitu kemampuan guru memilih pendekatan manajemen kelas sangat tergantung  pada kemampuannya menganalisis masalah manajemen kelas yang dihadapinya.

9. Pendekatan teknologi dan informasi

Pendekatan teknologi dan informasi dalam manajemen kelas berasumsi bahwa pembelajaran tidak cukup hanya kegiatan ceramah dan transfer pengetahuan, bahwa pembelajaran yang modern perlu memanfaatkan penggunaan teknologi dan informasi di kelas. Pembelajaran dengan memanfaatkan teknologi sangat dibutuhkan oleh peserta didik sesuai perkembangan zaman. Pemanfaatan teknologi dan informasi adalah basis dalam pengembangan pembelajaran di dalam kelas, baik dalam pengaturan kelas dengan alat teknologi tersebut atau praktik, maupun kelas yang diatur dengan alat teknologi yang memungkinkan peserta didik dapat mempelajari apa yang diinginkannya dengan bantuan alat teknologi tersebut. 

Guru perlu memahamai bahwa pembelajaran teknologi dan informasi tidak hanya terfokus pada teknologi komputer saja. Terdapat berbagai alat lainnya yang juga bisa dimanfaatkan dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran, misalnya teknologi telepon, faksimile, video berteknologi tinggi, dan bebagai alat lainnya. Guru perlu memahami bahwa teknologi dapat menyediakan informasi, membangun pengetahuan dan keterampilan peserta didik serta menyediakan akses sumber belajar lainnya. Guru berkepentingan untuk memilih dan menentukan teknologi dan informasi apa yang dibutuhkan, terutama kaitannya dengan kepentingan spesifikasi kegiatan belajar yang harus dilakukan oleh peserta didik serta hasil yang ingin dicapai. Pembelajaran berbasis teknologi dan informasi akan mempermudah proses pembelajaran.

Kelemahan pendekatan ini adalah menuntut banyak kegiatan dari siswa dan menuntut murid untuk banyak berhati-hati dalam menyiapkan pekerjaannya. Kelebihannya adalah dapat menyajikan bahan ajar yang kompleks, mempercayai murid dapat memahami konsep yang berat, Dapat mempertemukan kebutuhan individu murid yang paling baik, dapat lebih memokuskan pada kegiatan murid sebagai senter dalam proses pembelajarannya,  membuka kesempatan yang lebih luas dalam perbedaan pengalaman belajar bagi murid

BAB III

KESIMPULAN
Pendekatan dalam manajemen kelas dapat diartikan sebagai cara pandang seorang guru dalam kegiatan pengelolaan kelas. 

  • Jenis pendekatan dalam manajemen kelas: 
  1. Pendekatan kekuasaan: kemampuan guru dalam mengatur peserta didik untuk patuh terhadap aturan 
  2. Pendekatan ancaman: cara pandang guru bahwa perbuatan mengancam dapat dijadikan sebagai metode untuk menciptakan kelas yang kondusif
  3. Pendekatan pembebasan: cara pandang guru yang menyatakan bahwa kondisi kelas yang kondusif dapat dicapai jika guru memberikan keleluasaan 
  4. Pendekatan resep: cara pandang guru yang berasumsi bahwa kelas dapat dikelola dengan baik melalui pembuatan dan penerapan aturan kelas
  5. Pendekatan pengajaran: cara pandang yang beranggapan bahwa kelas yang kondusif dapat dicapai dengan kegiatan mengajar itu sendiri
  6. Pendekatan perubahan perilaku: cara pandang guru yang menyatakan bahwa perilaku peserta didik yang negatif harus diubah agar tercipta kondisi kelas yang kondusif
  7. Pendekatan sosio-emosional: cara pandang yang menganggap bahwa kelas kondusif dapat dicapai dengan menciptakan hubungan yang harmonis.
  8. Pendekatan kerja kelompok: cara pandang yang menyatakan bahwa pengelompokkan peserta didik dapat menciptakan kelas yang kondusif
  9. Pendekatan elektis atau pluralistik: cara pandang yang beranggapan bahwa guru dapat memadukan berbagai pendekatan dalam manajemen kelas.
  10. Pendekatan teknologi dan informasi cara pandang guru yang menyatakan bahwa pembelajaran yang modern perlu memanfaatkan penggunaan teknologi dan informasi di kelas.

DAFTAR PUSTAKA
Djamarah, Syaiful Bahri. Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif: Suatu Pendekatan Teoritis Psikologis. Jakarta: Rineka Cipta, 2010.

Karwati, Euis dan Donni Juni Priansa. Manajemen Kelas: Guru Profesional yang Inspiratif, Kreatif, Menyenangkan, dan Berprestasi. Bandung: Alfabeta, 2014.

Rusydie, Salman. Prinsip-Prinsip Manajemen Kelas. Yogyakarta: Diva Press, 2011.

Suwardi. Manajemen Pembelajaran: Mencipta Guru Kreatif dan berkompetensi. Surabaya: JP Books, 2007.

Wiyani, Novan Ardy. Manajemen Kelas: Teori dan Aplikasi untuk Menciptakan Kelas yang Kondusif. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2013.

Pendidikan Islam Masa Orde Baru

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan Islam pada masa Orde Baru mengisahkan sejarah yang panjang dalam pendidikan Islam di Indonesia. Pendidikan masa Orde Baru berbeda dengan pendidikan Islam sebelum indonesia merdeka, masa awal Indonesia merdeka dan masa Orde Lama. Berbeda dengan dengan Orde Lama yang mengembangkan komunis, Orde Baru memberikan kesempatan kepada warga negaranya untuk belajar dan menjalankan ajaran agamanya masing-masing. 

Pendidikan Islam pada masa Orde Baru mendapat beberapa kebijakan dari pemerintah yang mana kebijakan-kebijakan tersebut sangat berdampak besar kepada pendidikan Islam pada masa sekarang ini. Pemerintah memandang bahwa agama mempunyai kedudukan dan peranan sangat penting dan strategis. Peran utama agama sebagai landasan spiritual, moral, etika dalam pembangunan nasional, agama juga berpengaruh untuk membersihkan jiwa manusia dan kemakmuran rakyat, Agama sebagai sistem nilai seharusnya dipahami dan diamalkan oleh setiap individu, warga dan masyarakat hingga akhirnya dapat menjiwai kehidupan bangsa dan negara demi terwujudnya tujuan pendidikan nasional.
B. Rumusan Masalah

1.Sejarah Pendidikan Islam pada Masa Orde Baru.

2.Kurikulum Pendidikan Islam Masa Orde Baru.

3.Sistem Pendidikan Islam Masa Orde Baru.

4.Lembaga/madrasah pada Masa Orde Baru.

PEMBAHASAN

A. Sejarah Pendidikan Islam pada Masa Orde Baru
Orde Baru merupakan suatu pemerintahan, peraturan pemerintah, susunan, angkatan sejak 11 maret 1966, yaitu sejak dikeluarkannya Supersemar oleh Soekarno kepada Soeharto yang saat itu sedang terjadi kerusuhan yang lebih dikenal sebagai G/30/S PKI. Adapun awal pemerintahan terkesan meng “anak tirikan”, mengisolasi bahkan hampir saja menghapuskan sistem pendidikan islam hanya karena alasan “Indonesia bukanlah negara Islam”. Namun, berkat semangat juang yang tinggi dari tokoh-tokoh pendidikan Islam, akhirnya kebijakan tersebut mampu diredam untuk sebuah tujuan ideal, yaitu “menciptakan manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan yang Maha Esa, berakhlak mulia…” seperti tercantum dalam UU SISDIKNAS No. 20 tahun 2003. Selanjutnya, pemerintah mulai mengeluarkan kebijakan-kebijakan mengenai pendidikan Islam. Kebijakan pemerintah Orde Baru mengenai pendidikan islam dalam konteks madrasah di Indonesia bersifat positif dan konstruktif, khususnya dalam dua dekade terakhir 1980-an sampai dengan 1990-an. Pada masa orde baru, lembaga pendidikan (madrasah) dikembangkan dalam rangka pemerataan kesempatan dan peningkatan mutu pendidikan. 

Pemerintah mengeluarkan suatu kebijakan berupa Keputusan Presiden (Kepres) Nomor 34 Tanggal 18 April 1972 tentang “Tanggung jawab Fungsional Pendidikan dan Latihan” isi keputusan ini pda intinya mencakup tiga hal:

1.Menteri pendidikan dan kebudayaan bertugas dan bertanggung jawab atas pembinaan pendidikan umum dan kejuruan.

2.Menteri tenaga kerja bertugas dan bertanggung jawab atas pembinaan dan latihan keahlian dan kejuruan tenaga kerja akan pegawai negeri.

3.Ketua Lembaga Administrasi Negara bertugas dan bertanggung jawab atas pembinaan pendidikan dan latihan khusus untuk pegawai negeri.

B. Kurikulum Pendidikan Islam Masa Orde Baru

Perbaikan dan penyempurnaan sekolah umum dan madrasah tertuang pada KMA No. 99 Tahun 1984 Untuk tingkat MI, KMA No. 100 untuk tingkat MTs, dan KMA No. 101 untuk tingkat PGAN. Upaya dalam pengaturan dan pembaharuan kurikulum madrasah dikembangkan denagn menyusun kurikulum sesuai dengan konsensus yang ditetapkan. Khusus untuk MA, waktu untuk setiap mata pelajaran berlangsung 45 menit dan memakai semester. Sementara itu, jenis program pendidikan dalam kurikulum madrasah terdiri dari progam inti dan progam pilihan. Pengembangan program kurikulum ini dibagi menjadi dua bagian yaitu : 

1.Pendidikan agama, terdiri dari : al-Qur’an Hadits, Akidah Akhlak, Fiqih, SKI, dan Bahasa Arab.

2.Pendidikan dasar umum, terdiri dari : PMP,PSPB, Bahasa dan Sastra Indonesia, Sejarah Nasional Indonesia, Pengetahuan Sosial, Sains, Pendidikan Keterampilan, Bahasa Inggris (MTs dan MA), Ekonomi (MA), Geografi (MA), Biologi (MA), Fisika (MA) dan Kimia (MA).

Sebagai esensi dari kebakuan kurikulum sekolah umum dan madrasah ini memuat antara lain:

Kurikulum sekolah umum dan madrasah terdiri dari program inti dan program pilihan.

a. Program inti dalam rangka memenuhi tujuan pendidikan sekolah umum dan madrasah dan program inti sekolah umum dan madrasah secara kualitatif sama.

b. Program khusus (pilihan) diadakan untuk memberikan bekal kemampuan siswa yang akan melanjutkan ke perguruan tinggi bagi Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah.

Pengaturan pelaksana kurikulum sekolah umum dan madrasah mengenai sistem kredit semester, bimbingan karier, ketuntasan belajar dan sistem penilaian adalah sama.

Hal-hal yang berhubungan dengan tenaga guru dan sarana pendidikan dalam rangka keberhasilan pelaksanaan kurikulum akan diatur bersama oleh kedua departemen yang bersangkutan.

Sistem pendidikan di madrasah-madrasah mulai dibenahi dan kurikulumnya tidak lagi mengkhususkan pada pendidikan agama , tetapi sudah dimasukkan ilmu pengetahuan umum yang lebih luas disejajarkan dengan pengetahuan umum pada sekolah umum sederajat. 

Kurikulum 1984 tersebut pada hakikatnya mengacu kepada SKB 3 Menteri dan SKB 2 Menteri, baik dalam program, tujuan maupun bahan kajian an pelajarannya. Diantara rumusan kurikulum 1984 memuat hal sebagai berikut: 

Program kegiatan kurikulum madrasah (MI,MTs dan MA) tahun 1984 dilakukan melalui kegiatan intern kurikuler, kokurikuler dan exstra kurikuler, baik dalam program inyi maupun program pilihan.

Proses belajar mengajar dilaksanakan dengan memerhatikan keserasian antara cara seseorang belajar dengan apa yang dipelajarimya.

Penilaian dilakukan secara berkesinambungan dan menyeluruh untuk peningkatan proses dan hasil belajar, serta pengelolaan program.

C. Sistem Pendidikan Islam Masa Orde Baru

Setelah terjadi peristiwa G30S/PKI pada tanggal 1 Oktober 1965, bangsa Indonesia telah memasuki fase baru yang dinamakan orde baru. Orde baru bukan merupakan pengelompokan fisik atau merupakan golongan tertentu. Karena orde baru adalah:

1. Sikap mental yang positif untuk menghentikan dan mengoreksi segala penyelewengan terhadap Pancasila dan UUD 1945.

2. Berusaha membangun masyarakat adil dan makmur, materiil dan spirituil, dengan pembangunan.

3. Sebagai rezim pemegang kekuasaan, Orde Baru mempunyai kebijaksanaan di bidang pendidikan secara umum dengan menuangkannya dalam perundang-undang yang berlaku. Seperti hal berikut ini:

a. Tap MPRS No. XXVII/MPRS/1966. Bab II Pasal 1 yaitu: keinginan untuk membentuk manusia Pancasila sejati berdasarkan ketentuan seperti yang dikehendaki Pembukaan UUD 1945. Karena menurut mereka (orde baru), banyak masyarakat kita yang mentalnya telah dipengaruhi Manipol Usdek, yang dianggap menyelewang dari Pancasila

a. Tap MPRS No. XXVII/MPRS/1966. Pasal 4 yang menentukan isi pendidikan adalah untuk mempertinggi mental, moral, budi pekerti dan memperkuat keyakinan agama. Juga mempertinggi kecerdasan dan keterampilan disamping membina dan mengembangkan fisik yang kuat .

c. Tap MPR No. IV/MPR/1973. Dikenal dengan GBHN yang merumuskan tujuan pendidikan nasional. Yaitu usaha sadar untuk mengmbangkan kepribadian dan di dalam dan di luar sekolah berlangsung seumur hidup. Dengan menggunakan istilah membentuk manusia seutuhnya, jasmani dan rohani, dengan komponen pengetahuan, kreativitas, demokratis, bertanggung jawab, berbudi luhur, dan berlandaskan semangat sejati.

d. UU No. 2/1989. Tentang sistem pendidikan nasional dengan perangkat beberapa peraturan pemerintah sebagai kerangka pelaksanaannya. Ada beberapa prinsip yang diperhatikan untuk dilaksanakan yaitu [a] Pembentuk manusia Pancasila yang seutuhnya sebagai manusia yang mandiri dengan kualitas tinggi. [b] Memberikan dukungan bagi perkembangan masyarakat yang mempunyai ketahan nasional yang utuh.

Dengan demikian sistem pendidikan nasional adalah sebagai alat untuk mewujudkan cita-cita nasional. Dan mempunyai keterkaitan erat dengan seluruh usaha pembangunan nasional. Serta pendidikan nasional harus berlangsung terus menerus dari generasi ke generasi selanjutnya.

D. Lembaga/madrasah pada Masa Orde Baru

Pada masa ini pemerintah memperkuat struktur madrasah baik jenjang maupun kurikulumnya, agar lulusannya memperoleh pengakuan yang sama dengan lulusan sekolah dan dapat melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi di sekolah-sekolah Depdikbud. Untuk tujuan ini, dibuatlah Surat Keputusan bersama Tiga Menteri (menteri Agama, menteri Pendidikan dan Kebudayaan, dan menteri Dalam Negeri) pada tahun 1974 tentang penigkatan mutu madrasah dalam rangka menempatkan posisi peserta didik atau lulusannya pada taraf dan mutu serta konteks kemasyarakatan yang lebih luas.

Hanum Asrohah menjelaskan bahwa untuk merealisir SKB tersebut, Departemen Agama melalui penertiban penyeragaman dan penyamaan kejenjangan pada madrasah-madarasah dengan langkah-langkah:

Menciutkan jumlah PGAN dan mengubah status sebagian besar PGAN tersebut menjadi Madrasah Tsanawiyah atau Aliyah Negeri.  

Mengubah status Sekolah Persiapan IAIN, menjadi Madrasah Aliyah Negeri.

PGA-PGA yang diselenggarakanoleh pihak swasta, juga harus diubah statusnya menjadi Madrasah Tsanawiyah atau Madrasah Aliyah.

Keputusan dikeluarkan untuk memperkuat posisi madrasah sehingga menunjukkan kesetaraan madrasah dengan sekolah. Di antara beberapa pasal yang cukup strategis antara lain pertama, dalam Bab I Pasal 1 ayat 2 berbunyi: madrasah itu meliputi tiga tingkatan, a) Madrasah Ibtidaiyah setingkat dengan Sekolah Dasar, b) Madrasah Tsanawiyah setingkat dengan Sekolah Menengah Pertama, dan c) Madrasah Aliyah setingkat dengan Sekolah Menengah Atas. Kemudian dalam peningkatan mutu pendidikan, pada madrasah diupayakan tingkat mata pelajaran umumnya mencapai tingkat yang sama dengan mata pelajaran umum di sekolah. Hal ini memberi pengaruh kepada pengakuan ijazah, lulusan dan status siswa madrasah. Kedua, dalam Bab II Pasal 2 disebutkan bahwa: a) ijazah madrasah dapat mempunyai nilai yang sama dengan ijazah sekolah umum yang setingkat, b) lulusan madrasah dapat melanjutkan ke sekolah umum setingkat lebih atas, dan c) siswa madrasah dapat pindah ke sekolah umum yang setingkat.

Dalam pengelolaan dan pembinaan pendidikan, Depag telah mempunyai suatu otoritas dalam mengelola dan membina madrasah sebagai salah satu lembaga pendidikan. Kenyataan ini terlihat dalam Bab IV Pasal 4 sebagai berikut: pertama, pengelolaan madrasah dilakukan oleh Menteri Agama. Kedua, pembinaan mata pelajaran agama pada madrasah dilakukan oleh Menteri Agama. Ketiga, pembinaan dan pengawasan untuk mata pelajaran umum pada madrasah dilakukan oleh Mendikbud bersama-sama dengan Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri. 

Madrasah terus mengalami perubahan merangkak dari waktu ke waktu sampai masa orde baru. Orde baru yang di tandai dengan runtuhnya rezim Soekarno dan berkuasanya rezim Soeharto setidaknya dimulai pada tahun 1967-an. Pada waktu ini terminologi modernisasi madrasah mulai nampak menguat dengan dilancarkanya manuver-manuver politik pendidikan oleh pemerintah Orde Baru. Manuver tersebut diantaranya dengan jalan formalisasi yaitu usaha pe-negeri-an madrasah atau lewat jalur strukturisasi yaitu penjenjangan madrasah dengan mengacu pada aturan Departemen Pendidikan Nasional.

KESIMPULAN

1. Sejarah Pendidikan Islam pada Masa Orde Baru

Orde Baru merupakan suatu pemerintahan, peraturan pemerintah, susunan, angkatan sejak 11 maret 1966, yaitu sejak dikeluarkannya Supersemar oleh Soekarno kepada Soeharto yang saat itu sedang terjadi kerusuhan yang lebih dikenal sebagai G/30/S PKI. Adapun awal pemerintahan terkesan meng “anak tirikan”, mengisolasi bahkan hampir saja menghapuskan sistem pendidikan islam hanya karena alasan “Indonesia bukanlah negara Islam”. Namun, berkat semangat juang yang tinggi dari tokoh-tokoh pendidikan Islam, akhirnya kebijakan tersebut mampu diredam untuk sebuah tujuan ideal, yaitu “menciptakan manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan yang Maha Esa, berakhlak mulia…” seperti tercantum dalam UU SISDIKNAS No. 20 tahun 2003.

2. Kurikulum Pendidikan Islam Masa Orde Baru

Pengembangan program kurikulum ini dibagi menjadi dua bagian yaitu: 

Pendidikan agama, terdiri dari : al-Qur’an Hadits, Akidah Akhlak, Fiqih, SKI, dan Bahasa Arab.

Pendidikan dasar umum, terdiri dari : PMP,PSPB, Bahasa dan Sastra Indonesia, Sejarah Nasional Indonesia, Pengetahuan Sosial, Sains, Pendidikan Keterampilan, Bahasa Inggris (MTs dan MA), Ekonomi (MA), Geografi (MA), Biologi (MA), Fisika (MA) dan Kimia (MA).

3. Sistem Pendidikan Islam Masa Orde Baru

Sebagai rezim pemegang kekuasaan, Orde Baru mempunyai kebijaksanaan di bidang pendidikan secara umum dengan menuangkannya dalam perundang-undang yang berlaku. Seperti hal berikut ini:

Tap MPRS No. XXVII/MPRS/1966. Bab II Pasal 1.

Tap MPRS No. XXVII/MPRS/1966. Pasal 4. 

Tap MPR No. IV/MPR/1973.

UU No. 2/1989.

4. Lembaga/madrasah pada Masa Orde Baru

Pada masa ini pemerintah memperkuat struktur madrasah baik jenjang maupun kurikulumnya, agar lulusannya memperoleh pengakuan yang sama dengan lulusan sekolah dan dapat melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi di sekolah-sekolah Depdikbud. Untuk tujuan ini, dibuatlah Surat Keputusan bersama Tiga Menteri (menteri Agama, menteri Pendidikan dan Kebudayaan, dan menteri Dalam Negeri) pada tahun 1974 tentang penigkatan mutu madrasah dalam rangka menempatkan posisi peserta didik atau lulusannya pada taraf dan mutu serta konteks kemasyarakatan yang lebih luas.

DAFTAR PUSTAKA

Mahfud. Rois, Al Islam Pendidikan Agama Islam. Erlangga, 2011.

Nizar. Samsul, Sejarah Pendidikan Islam Menelusuri Jejak Sejarah Pendidikan Era Rasulullah sampai Indonesia. Jakarta: Kencana, 2008.

Ulum. Miftahul, Menelusuri Jejak Madrasah di Indonesia: Teori-Teori Lahirnya Madrasah di Indonesia. Ponorogo: Stain Po Press, 2012.

Wathoni. Kharisul, Dinamika Sejarah Pendidikan Islam Di Indonesia. Ponorogo: Stain Po Press, 2011.

Zuhairi Dkk, Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Proyek Pembinaan Prasarana dan Sarana Perguruan Tinggi Agama/IAIN, 1986.

Create a free website or blog at WordPress.com.

Up ↑